sebuah cerita pendek
“Aku pulang minggu depan, akan ada lamaran di rumah ku. Dia dan keluarganya akan datang meminangku dan kami akan membicarakan rencana pernikahan kami yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.”
Kalimat itu terus menerus berada
di dalam pikiranku. Namaku Bayu, sudah sekitar dua tahun aku mengenalnya, kami
bekerja di kantor yang sama bahkan tempat tinggal kami di tanah perantauan ini
berdekatan. Hampir setiap hari aku dan dia bersama, berangkat bekerja, saat
makan, pulang bekerja, hingga bercerita untuk sekedar menghabiskan waktu
bersama.
Tadi sore, kami bersama
teman-teman kami yang lainnya menyempatkan waktu untuk makan malam bersama,
merayakan kenaikan jabatan Clara di kantornya. Senang sekali, aku, Clara, Dian,
Nadia, dan Dia. Perempuan yang diam-diam aku sukai.
Makanan enak sudah dipesan,
minuman manis pun tak luput dari daftar. Kami makan dengan lahap, bercerita
banyak atas apa yang terlewatkan. Maklum, sudah cukup lama kami tidak bertemu. Bagiku
semuanya indah, sangat menyenangkan. Hingga Dia memberitahukan sesuatu yang
sangat mebuatku terluka.
Maya, perempuan berlesung pipi
yang aku cintai. Kebersamaan bersamanya membuatku merubah rasa dari sekedar
pertemanan – tetangga – rekan kerja, menjadi perasaan yang sulit aku ungkapkan.
Buatku Maya adalah segalanya, aku selalu memprioritaskan dia, bahkan dari
keinginanku sendiri. Ya, aku jatuh cinta pada Maya, sempat aku menceritakan
perihal perasaan cintaku ini pada Clara. Dia sangat mendukung, walaupun tetap
tidak lupa dengan omelan dan ceramahnya padaku agar aku lebih dewasa dan pandai
mengatur keuanganku. Jujur terkadang muak aku mendengarnya.
Dengan perasaanku yang menggebu,
aku bahkan sempat meminta pertolongan Clara untuk membantuku mewujudkan cinta
ini. Melamar Maya. Rencanaku sudah bulat untuk melamarnya setelah proyek
kerjaku selesai dua bulan lagi. “Aku akan ke rumah orang tua Maya di Makassar
untuk melamarnya menjadi isteriku” ucapku saat itu pada Clara.
Namun, apa daya. Aku terlambat. Makanan
enak yang telah aku makan rasanya ingin aku muntahkan, sesaat Maya mengatakan
kalimat itu dengan entengnya. Tanpa memikirkan perasaanku.
”Kalian masih ingat Wahyu? Pria yang
dulu satu sekolah denganku? Aku bertemu kembali dengannya saat liburan kemarin dan
sekarang kami menjalin hubungan dekat. Bahkan dia akan segera melamarku. Aku
pulang minggu depan, akan nada lamaran di rumah ku. Dia dan keluarganya akan datang
meminangku dan kami akan membicarakan rencana pernikahan kami yang akan
dilaksanakan dalam waktu dekat.”
Kami semua kaget. Bahagia dan
terkejut bercampur jadi satu. Mendadak Clara memandang ke arahku. “Bukankah
kalian sudah jalan masing-masing?” mendadak pertanyaan itu meluncur dari
mulutku. “Iya, memang sempat putus, tapi kemudian dia minta maaf dan kami
kembali bersama lagi” jawab Maya tak kalah cepat. Dian dan Nadia bingung saling
pandang sambil memasang raut wajah penuh tanya, ada apa ini? Malam semakin
larut, makan malam yang sangat tidak aku harapkan ini pun harus segera
diakhiri.
Clara mengajakku bertemu besok,
dia memintaku menceritakan apa ang sebenarnya terjadi saat makan malam kemarin. Pulang kerja aku
bergegas pergi, tak lupa meminta maaf pada Maya bahwa aku tidak bisa pulang bersama
dengannya hari ini.
“Aku tidak bisa tidur semalaman,
Clara. Kenyataan bahwa Wahyu akan melamar Maya minggu depan membuatku
kehilangan rasa” ucapku saat kami bertemu. “Aku kira kisah mereka sudah
berakhir saat Maya mengatakan bahwa mereka telah berpisah. Tapi, faktanya malah
. . .” aku tak mampu melanjutkan kalimatku.
Tak lama Dian dan Nadia datang
menghampiri. Ikut serius mengelilingi meja mendengarkan ceritaku. “Lalu kau mau
bagaimana? Aku sungguh kesal pada Maya atas pendiriannya yang tidak pernah
tetap, selalu berubah tanpa dipikir panjang!” ucap Clara kesal.
-o-o-o-o-o-o-o-
Lamaran ini itu terjadi disana
hari ini. Dan sekarang, aku tak berdaya disini, terjaga semalaman, dan tak
mampu menangis lagi. Hancur. Itu lah kata yang tepat untuk perasaan ku hari
ini. Tapi, ya sudahlah. Aku tak mampu berbuat apa-apa. Sampai akhirnya ku
dengar ada yang mengetuk pintu, ku intip dari dalam ternyata Clara, Nadia, dan
Dian datang menghapiri sambil membawakan sekotak besar pizza. “Kami sengaja
datang kemari menghiburmu, Bayu” Clara mengawali pembicaraan. “Ini aku bawakan
pizza khusus buatmu” Nadia menambahkan. “Ayo kau makan, kemudian bersiap-siap. Aku
punya empat tiket pertunjukan musik untuk kita malam ini” tutup Dian sambil
memamerkan tiketnya.
Selang dua hari, Maya kembali ke
kantor. Wajahnya terlihat senang sekali. Walaupun sakit, tapi aku aku berusaha
tegar dan menghampirinya. “Selamat Maya, semoga kalian selalu bahagia. Aku ikut
mendoakan” ucapku lirih.
Tanpa sepengetahuanku ternyata
Maya bertemu dengan Clara. Clara meminta untuk diceritakan apa yang sebenarnya
telah terjadi. “Hai Maya, selamat ya. Yuk kita makan dulu, setelah itu kau
ceritakan padaku semuanya ya” Clara berkata.
“Benar memang, aku dan Wahyu
sempat berpisah. Dan kau juga tahu kan Clara, aku juga memiliki rasa pada Bayu.
Tapi selama ini Bayu tidak ada perubahan
ke arah yang lebih baik. Kita semua tahu itu. Sifat Bayu yang tak kunjung
berubah membuatku berpikir dan akhirnya memutuskan untuk memilih Wahyu sebagai
suamiku. Aku dan anak-anakku nanti butuh uang, komitmen, dan tanggung jawab
dari seorang pria. Dan itu aku tidak temukan pada Bayu. Lebih baik aku bersama
Wahyu, yang mau bersusah payah bekerja dan berusaha apapun yang halal untuk
mencukupi kebutuhan keluarga kami kelak, daripada Bayu yang kau sendiri tahu
bagaimanya malasnya, Clara” papar Maya panjang sabil terisak.
Clara hanya diam, mencoba
mencerna kalimat-kalimat Maya dan mencocokannya dengan kenyataan bahwa Bayu
memang tidak mau berubah.
“Bulan depan kami akan menikah,
dan tadi aku sudah memberikan surat pengunduran diriku di kantor. Setelah kami
menikah, aku akan ikut bersama Wahyu yang akan dipindahtugaskan ke Surabaya”
tutup Maya. “Apa? Kau serius?” Clara nyaris tersedak mendengarnya. “Ya, aku
serius, Clara” jawab Maya singkat.
Kabar pengunduran diri Maya
sampai juga pada Bayu. Ia hanya tersenyum kecut saat mendengarnya sambil terus
sibuk memainkan telepon pintarnya, entah sedang apa.
-o-o-o-o-o-o-o-
Bertemu di café biasa pukul 19:00 ya. Malam ini kita akan seru-seruan
bersama sebelum Maya pergi. Begitu isi pesan singkat yang dikirmkan Dian
pada kami.
Sebelum waktu yang ditentukan mereka berlima
sudah berkumpul di café, makan malam bersama sampai kenyang kemudian
dilanjutkan dengan berkeliling ibu kota hingga larut tiba. Tak lupa canda tawa
sambil sesekali terselip ‘ceramah’ Clara buat Bayu yang membuat suasana
mendadak hening.
Terima kasih semuanya, aku sangat senang melewatkan malam ini bersama
kalian. Tidak akan aku lupakan. Maya menuliskan pesan sesaat setelah mereka
tiba di tempat tinggal masing-masing.
-o-o-o-o-o-o-o-
“Aku pamit ya” ucap Maya sedih
sambil memeluk Dian, Nadia, dan Clara. “Aku pamit ya Bayu, terima kasih untuk
semuanya. Kamu harus berubah, untuk mendapatkan yang lebih baik” Maya tak
sanggup menahan air matanya saat memeluk Bayu sebagai tanda perpisahan.
Sejak kepergian Maya hari itu, bagi Bayu, tempat
perantauan ini berubah. Tidak ada lagi gelak tawa riang ditengah kemacetan ibu
kota saat mereka pergi ke kantor bersama. Tak ada lagi cerita seru sambil
melihat matahari terbenam hingga larut malam. Tidak ada lagi senyum manis yang
selalu Bayu nantikan setiap hari.
“Aku hancur, sungguh sangat
hancur. Aku tidak mau mengalami hal seperti ini lagi. Aku akan mengubah sifat
dan perilaku ku. Aku harus bangkit dan menunjukkan pada dunia, bahwa aku mampu
dan layak sebagai seorang suami dan ayah bagi keluarga kecilku nanti” ucap Bayu
menggebu di depan cermin.
Untuk seseorang yang entah sekarang berada dimana, tunggu aku. Sekarang
aku sedang berusaha memantaskan diri untuk mu, untuk masa depan kita nanti. Karena
kini aku sadar, cinta saja tidak cukup.
0 comments